Makan Malam Memalukan yang Berakhir Manis
Ilustrasi Soto Betawi, Tribun Travel.
Malam minggu yang cerah, seceria wajah-wajah penghuni ibu kota yang baru gajian. Aku menghampiri sosok pemuda berambut gondrong yang sedang sibuk mengotak-atik motor dua tak berwarna merah yang terparkir di samping barisan kamar kos kami. Rambut berombaknya tergerai sebahu. Ia tak menyadari kehadiranku di belakangnya.
"Mas Nano, anterin aku ke ATM yuk, aku mau ambil duit terus bayar utang. Nanti pulang dari ATM aku traktir makan deh. Terserah mau di mana, abis gajian ini," kataku mengejutkannya.
Pemuda itu menoleh kebelakang dan mengiyakan permintaanku. Bulan lalu aku terpaksa meminjam uang kepada teman kosku itu, yang kamarnya menghadap ke taman belakang. Sedang kamarku menghadap ke depan. Persisnya, kamar kami saling memunggungi, hanya terpisah oleh dinding beton tebal.
Uang Rp. 200.000,- yang saat itu, sebelum krisis moneter tahun 98 tergolong cukup besar. Aku memerlukannya untuk membayar uang semesteran. Setelah gajian bulan ini, aku berniat membayarnya. Pesan ibuku, jangan pernah berhutang budi pada laki-laki, jadi aku berniat mentraktirnya makan malam, sebagai 'balas budi' pada teman kosku itu.
Kami pun berboncengan ke ATM yang terletak di Jl. Wolter Monginsidi. Aku pun bergegas masuk ke ruangan sempit berpintu kaca itu. Sayangnya, nasib malang menimpaku. Kartu ATM-ku tertelan. Dengan wajah pias, aku menghampiri pemuda yang dengan setia menungguku di atas motor merahnya.
"Mas, maaf ya, ATM-ku ketelen. Gimana ini? Nggak jadi bayar utang dong?"
"Udah nggak papa, besok-besok aja. Yuk sekarang kita cari makan aja. Biar aku yang traktir Mbak Umi."
Dengan ragu-ragu aku pun kembali naik ke bagian belakang motornya. Kami pun kembali melaju memutar balik ke arah kami berangkat tadi, Jl. Buncit Raya, lalu putar balik lagi ke depan Al-Falah Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Kami makan di sebuah warung tenda yang berada di depan bekas gedung BRI yang dibiarkan telantar. Sekarang warung tenda itu masih ada, dan gedung BRI tua itu telah berubah menjadi gedung Mitsubishi yang megah dan besar.
Kami berdua memesan masing-masing semangkuk soto Betawi, nasi putih, dan es jeruk. Kami makan dalam diam, hanya mengobrol seadanya. Sungguh diluar harapan dan sangat memalukan bagiku. Janji semula aku mentraktirnya makan malam, ternyata dia yang mentraktirku.
"Udah, Mbak, nggak usah dipikirin. Kapan-kapan Mbak Umi yang traktir," ujarnya berusaha mencairkan suasana.
Aku tersenyum dan berusaha menikmati semangkuk soto Betawi yang mengepul dan menguarkan aroma harum yang membuat perutku bergejolak kelaparan. Dagingnya yang empuk dipadu kuah santan kental dengan rasa rempah-rempah yang menggoda berhasil mencairkan suasana.
Warung tenda ini cukup bersih dan pemiliknya pun baik dan ramah. Harganya terbilang cukup murah jika dibandingkan dengan rasanya yang yang pas dan porsinya yang mengenyangkan, bahkan terlalu banyak buatku yang terbiasa menjaga pola makan agar tetap langsing dan bugar.
Es jeruknya yang segar berhasil menutup makan malam 'kecelakaan' yang memalukan itu dengan riang. Aku pun berjanji padanya akan membayar makan malam ini dengan traktiran dua minggu lagi setelah kartu ATM-ku selesai diurus ke bank.
***
Beberapa tahun kemudian aku bertemu kembali dengan pemuda itu. Saat lebaran tiba, kami bertemu di kampung halaman. Di sebuah tikungan, dia menghentikan motor merahnya.
"Mbak, kita nikah yuk?"
Benar-benar tak ada romantisnya sama sekali. Lalu seminggu kemudian kami menikah. Kini usia pernikahan kami telah memasuki usia delapan belas tahun.
Sebenarnya, saat Mas Yon Bayu mengumumkan lomba menulis kuliner kenangan ini, hubunganku dan suami sedang kurang baik. Ada sedikit percekcokan kecil di antara kami. Agar bisa menulis kenangan ini dengan baik, terpaksa aku pun membuang ego dan bertanya kepada laki-laki mantan teman kos dulu itu.
"Mas, tempat makan kita dulu yang depan Al-Falah itu masih ada nggak sih?"
"Masih, tapi sekarang udah mahal."
"Kita makan apa ya dulu? Pecel ayam?"
"Kok pecel ayam, sih? Kan kita makan soto Betawi."
Aku terkejut. Aku kira dia sudah melupakan semua kenangan tentang kami berdua. Ternyata justru aku yang lupa, dan dia masih menyimpan kenangan tentang kami berdua dengan baik. Perlahan, semua kenangan itu pun muncul kembali dan aku berhasil menceritakannya kembali kepada Sobat Suara Konsumen.
Untuk Mas Yon Bayu, terima kasih banyak. Berkat lomba menulis 'Kuliner Kenangan' ini, hubungan kami membaik, bahkan lebih romantis.
***
Kuliner Kenangan